How Will I Ever Get Out of This Labyrinth?

Halo P-assangers! Jadi seperti yang kalian bisa baca dari artikel-artikel yang akhir-akhir ini dipost oleh beberapa anak PIDAS, kami sedang melakukan semacam perayaan Hari Pendidikan Nasional ala PIDAS yang disebut dengan Hari PENTAS atau Hari Pendidikan Nasional Untuk PIDAS. Jadi PIDAS saling bertukar buku dengan satu sama lain kemudian membuat artikel mengenai buku – dan pengalaman membaca buku – tersebut.

Buku yang aku dapat adalah “Looking for Alaska” karangan John Green. Buku ini sebenarnya sudah cukup terkenal di kalangan remaja jadi aku yakin sebagian besar P-assangers sudah pernah mendengar atau bahkan membaca buku ini. Buku ini bergenre Fiksi Remaja dan pada awalnya aku mengira buku ini akan bertemakan romansa berdasarkan pertama membaca synopsis di bagian belakang buku ini. Kira-kira begini synopsis buku Looking for Alaska

SEBELUM. Miles “Pudge” Halter sangat suka kata-kata terakhir yang terkenal-dan bosan dengan kehidupannya yang biasa saja. Ia masuk sekolah berasrama Culver Creek untuk mencari apa yang disebut penyair Francois Rabelais sebagai “Kemungkinan Besar”. Hidupnya jungkir balik di sekolah itu, yang kadang gila, tidak stabil, tak pernah membosankan. Sebab di sana ada Alaska Young yang menawan, pintar, lucu, seksi, kacau, dan sangat memikiat. Alaska menarik Pudge memasuki dunianya, melontarkannya ke dalam “Kemungkinan Besar”, dan mencuri hatinya.

 

SESUDAH. Segalanya tak pernah sama lagi.

 

Dari synopsis ini dapat ditebak bahwa buku ini terbagi menjadi 2 bagian yaitu sebelum dan sesudah. Dan ada satu subbab yang berjudul Hari Terakhir dimana cerita dalam buku itu mengalami sebuah konflik yang besar. Pada bagian sebelum, buku ini meceritakan kehidupan Pudge di sekolah barunya yang berbeda jauh dibandingkan kehidupan selanjutnya. Dia bertemu dengan beberapa teman baru yang cukup liar, mendapat berbagai masalah, dan mulai merokok. Alaska Young adalah salah satu teman yang paling besar dampaknya dalam hidup baru Pudge. Gadis ini diceritakan sebagai gadis menarik, suka merokok dan mabuk, serta memiliki koleksi -tumpukan- buku dalam kamarnya yang dia sebut Perpustakaan Kehidupan atau Life’s Library. Alaska memiliki masa lalu yang cukup berat dan mempengaruhi kehidupannya dalam masa sekarang di buku tersebut.

Selain Alaska, ada beberapa teman baru Pudge seperti Kolonel, Takumi, dan Lara yang merupakan pacar Pudge yang dikenalkan oleh Alaska. Dengan mereka, Pudge menjalani masa-masa sekolahnya. Mereka memperkenalkan Pudge kepada rokok, alcohol, “cabut” dari asrama, dan berbagai kenakalan lainnya. Namun selain berbagai hal negatif tersebut, Pudge juga mendapatkan pengalamn yang menantang, pertemanan yang erat, dan jalan menuju “Kemungkinan Besar” atau Great Perhaps yang dia cari. Semuanya berjalan lancar, well bukan lancer, tapi menarik sampai Pudge, teman-temannya, dan kita –para pembaca- sampai pada bagian Hari Terakhir.

Bagian “sesudah” dan “sebelum” memiliki kesan dan suasana yang berbeda, namun menurutku bagian “sesudah” merupakan bagian terbaik dari “Looking for Alaska”. Bagian “sebelum” mengangkat tema yang cukup sering ditemui di buku bergenre sama, namun pada bagian “sesudah”lah buku ini menonjolkan kualitas ceritanya. Apa yang konflik yang membagi “sesudah” dan “sebelum” ? Tentu P-assangers bisa langsung membacanya sendiri di buku “Looking for Alaska” tapi seperti yang dituliskan pada sinopsi, segalanya tak pernah sama lagi.

Seperti yang aku sebutkan di atas, awalnya aku pikir buku ini bertema romansa, namun ternyata aku tidak sepenuhnya benar. Buku ini tidak menonjolkan romansa dan drama seperti buku John Green “The Fault in Our Star”. “Looking for Alaska” lebih menonjolkan pertemanan, pergaulan remaja, masalah pribadi dan pemikiran-pemikiran tokohnya. Pudge, tokoh utama dalam buku ini, merupakan tokoh yang memiliki pemikiran yang menarik. Hobinya yang tidak biasa yaitu membaca kalimat terakhir seseorang dan impiannya mencari “Kemungkinan Besar” sangat mempengaruhi cara pandang dan logika berpikirnya. Buku ini juga dipenuhi oleh banyak quotes yang cukup menarik baik yang merupakan pemikiran tokoh maupun kata-kata dari tokoh asli. Yang paling utama adalah kata-kata terakhir dari François Rabeilas.

 

”I go to seek a Great Perhaps.”

 

Quotes inilah yang menginspirasi Pudge untuk mencari Kemungkinan Besar. Kemudian ada sebuah quotes yang berasal dari buku “The General in his Labyrinth” karangan Gabriel Garcia Marquez yang merupakan sebuah biografi tentang Simon Bolivar. Quotes ini merupakan kalimat terakhir Simon Bolivar yang diberitahu Alaska pada Pudge dan menjadi bahasan yang cukup penting baik pada bagian “sebelum” dan “sesudah” yaitu

 

“How will I ever get out of this labyrinth?”

 

Buku ini mengandung topik kenakalan, permasalahan, dan pergaulan remaja masa kini. Maka buku ini kurang cocok untuk dibaca oleh anak kecil. Terdapat beberapa adegan yang tidak cocok dengan budaya timur, tapi menurutku buku ini masih dalam batas wajar. Buku ini sangat menarik dan pantas untuk dibaca bagi kalian yang ingin membaca buku yang tidak penuh dengan romansa dan suka membaca pemikiran-pemikiran remaja. Buku ini berisi banyak pertanyaan-pertanyaan yang banyak remaja pertanyakan juga dan pengalaman-pengalaman yang banyak remaja alami juga.

Setelah membaca Looking for Alaska, kalian bisa menemukan beberapa opsi jawaban untuk pertanyaan yang merupakan judul artikel kali ini. Yang terpenting, kalian juga bisa mengetahui apa maksud labirin yang disebut-sebut dalam buku dan artikel ini. Kalian bisa menemukan percintaan, pertemanan, kenakalan, pemikiran, pelajaran, dan pengalaman dalam buku ini.

Seperti yang menjadi kekhawatiranku di awal mengenai buku terjemahan, memang banyak kalimat-kalimat yang terasa aneh terutama yang merupakan kutipan dari perkataan tokoh. Apalagi dalam buku ini banyak istilah, sebutan, dan pemikiran-pemikiran yang terkesan aneh jika diterjemahkan. Maka aku sangat merekomendasikan untuk membaca buku ini dalam versi asli berbahasa inggris.

Nah segitu saja bahasan kita mengenai buku Looking for Alaska. Apakah P-assangers tertarik untuk membaca buku itu? Atau sudah pernah membacanya? Oh ya jangan lupa baca artikel-artikel lainnya. Siapa tahu P-assangers semua bisa menemukan bacaan baru yang menarik. Mari kita tutup artikel ini dengan salah satu kutipan pemikiran dalam buku ini yang cukup menginspirasi.

“When adults say, “Teenagers think they are invincible” with that sly, stupid smile on their faces, they don’t know how right they are. We need never be hopeless, because we can never be irreparably broken. We think that we are invincible because we are. We cannot be born, and we cannot die. Like all energy, we can only change shapes and sizes and manifestations. They forget that when they get old. They get scared of losing and failing. But that part of us greater than the sum of our parts cannot begin and cannot end, and so it cannot fail.” 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *