Kasus Yuyun?

Emang udah sama sekali nggak asing lagi di telinga soal kasus yang satu ini. Dimana-mana pasti udah banyak tulisan tentang kasus ini. Hampir semua berita utama dipenuhi berita ini. Tapi gue nggak tahan kalau cuma ngeliatin aja dan nggak ikutan bersuara.

Kalau kalian belum pernah denger (yang gue yakin harusnya udah), sekarang gue sedikit jelasin dulu apa yang terjadi. Intinya, seorang perempuan, siswa kelas 2 SMP di Bengkulu, meninggal diperkosa 14 laki-laki remaja yang tertangkap baru saja pesta miras. Parahnya setelah tertangkap, nggak ada sedikit pun raut muka bersalah dari para pelaku itu. Nggak habis pikir. Kelas 2 SMP diperkosa 14 orang. Adek gue persis seumuran dia. Merinding mikirnya.

Kasus ini sebenernya udah terjadi lebih dari sebulan lalu, tapi bukan cuma Yuyun. Banyak lagi kasus yang menyusul, seakan-akan banyak pelaku yang ingin tenar lewat cara biadab ini. Makanya topik pelecehan seksual terhadap anak sekarang lagi maraknya. Penasaran gue apa yang jadi penyebab mereka bisa melakukan hal ini.

Pelecehan seksual sendiri, kalau dari Wikipedia, adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual. Faktor-faktor penyebab terjadinya pelecehan ini ada bermacam-macam, namun penyebab umum dan terbanyaknya adalah pengaruh dari minuman beralkohol dan narkotika. Selain itu disebabkan oleh emosi yang tidak stabil dan kontrol diri yang kurang, sehingga nafsu mudah menguasai diri.

Untuk para pelaku, apakah hukumannya?

UU No.23 tahun 2002 Pasal 81

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 82

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 287 (1)

Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bawa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294. Pasal 292 Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Di atas adalah beberapa pasal terkait pelecehan.

Tapi gue gak lihat para pelaku itu ada takut-takutnya dengan hukuman-hukuman itu. Buktinya, masih banyak aja tuh yang antri untuk masuk penjara dengan alas an dan sebab serupa. Mungkin mereka sudah anggap penjara itu enteng dan sepele.

“Daripada buang-buang uang dan tenaga masukin mereka ke penjara, lebih baik hukum mati saja.”

Sampe-sampe gue pernah liat komen itu di timeline media social gue.

Gimana pendapat kalian soal komen itu?

Dan nggak habis pikirnya lagi, masih buanyaak orang-orang yang masih mempersalahkan si korban. Kalian bilang pelecehan seksual itu penyebabnya ada di si korban? Korban yang mengundang pelaku? Salah korban kalau dia nggak ‘menutupi’?

Kebetulan gue beberapa hari lalu nemuin artikel ini.

http://www.huffingtonpost.com/entry/photographer-documents-what-women-wore-when-they-were-sexually-assaulted_us_5720e652e4b0f309baef5868

Isinya tentang projek thesis seorang fotografer yang ingin menganalisa apa yang sedang dikenakan oleh perempuan saat mereka dilecehkan secara seksual. Dan ternyata kebanyakan dari mereka sama sekali nggak menggunakan pakaian yang ‘terbuka’ atau paling tidak lebih dari normalnya. Jadi yang salah itu sama sekali bukan korbannya. Jelas yang salah adalah pelaku lah.

Untuk para laki-laki di sana yang menganggap perempuan itu cuma alat pemuas, yang kalau sekali aja enggak turutin kemauan kalian, artinya kalian bisa langsung ambil nyawanya, dengan cara yang nggak waras pula, gue harap apa yang kalian lakukan terus terngiang-ngiang di kepala kalian, rasain rasa bersalah itu. Coba bayangin, adik perempuan kalian, kakak, ibu kalian, nenek, tante, saudara-saudara kalian sendiri mengalami hal yang sama. Masih punya hati nggak, sih?

Dan bukan cuma untuk  pelaku kasus Yuyun, Eno, dan berlusin-lusin berita seputar pelecehan dan kekerasan seksual lainnya. Tapi juga untuk semua orang. Hal sekecil menggoda dengan kata-kata aja, udah bisa disebut sebagai pelecehan. Jaga bahasa dan omongan kalian. Hargain sesama kita, jangan asal omong aja. Suka ngatain dan omongin para pemerkosa yang ada di kasus berita-berita headline jaman sekarang? Tahan dulu. Coba kalian mulai dari intropeksi diri kalian. Pernah nggak kalian, sekecil-kecilnya contoh, membicarakan seseorang ‘yang nggak-nggak’? Kalau iya, coba pikir ulang apa bedanya kalian sama para penjahat tadi. Nggak perlu yang hebat-hebat untuk bikin perubahan. Mulai dari yang kecil aja. Diri sendiri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *