Kartini

Kartini

Raden Ajeng Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia merupakan putri salah seorang bangsawan bernama Raden Mas Sosroningrat yang menikah dengan wanita desa, Mas Ajeng Ngasirah. Sang ayah adalah seorang patih yang diangkat menjadi Bupati Jepara segera setelah Kartini lahir. Kala itu, peraturan kolonial adalah mewajibkan seorang bupati beristrikan bangsawan. Karena Ngasirah bukan bangsawan tinggi, maka Ario Sosroningrat dengan tidak tega terpaksa menikah dengan Raden Adjeng Woejan keturunan langsung dari Raja Madura demi anak-anaknya mendapatkan gelar bangsawan yang membuat anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang layak saat itu. Selain itu, dikarenakan aturan kolonial, Sosroningrat menikah dengan Raden Adjeng Woejan keturunan dari Raja Madura. Otomatis, status Ngasirah turun menjadi selir walaupun sudah melahirkan delapan anak. Ngasirah pun berstatus selir dan harus memanggil anak-anaknya sendiri dengan sebutan “ndoro” atau majikan. Adapun putra-putri Ngasirah diharuskan memanggil Ngasirah dengan sebutan “Yu” atau panggilan untuk perempuan pembantu. Sebagai selir, Ngasirah pun tidak berhak tinggal di rumah utama kabupaten, tetapi tinggal di bagian belakang pendapa.

Kartini dipingit sejak usia yang sangat muda yaitu 12 tahun bersama kakak tirinya Sulastri. Mereka dilarang keluar dari kompleks rumahnya yang megah. Jangankan ke pendapa, serambi saja hanya sesekali diinjaknya. Itu pun sebentar. Hari-hari mereka yang menjemukan semakin sunyi. Hingga kakaknya dipinang oleh seorang bupati daerah lain menjadi istri pertamanya. Hal ini membuatnya senang akhirnya ia bisa keluar dari pingitan tersebut. Berbeda dengan kartini menurutnya memang dipingit memang tidak bebas tapi ia bisa bebas berekspresi di kamarnya justru baginya menikah bukanlah satu-satunya cara wanita kesejahteraan, dengan menikah pastinya tidak akan sebebas sekarang karena harus melayani suami.

Setelah kakak perempuan tertuanya menikah, kartinilah yang sekarang menempati ruang tidur Sulastri yang lebih besar dari kamarnya dan saat itu ia menjadi mba yu tertua di rumah itu, hal ini membuat ia bisa mengatur kehidupan kedua adiknya. Ia meminta adik-adiknya dipingit bersamanya di ruangan yang sama. Saat itu, Kartini menuntun adik-adiknya dengan pemikiran ia bahwa pernikahan itu semata-mata “Dijodohkan dengan lelaki yang tidak dikenal dan kami wanita harus melayani lelaki tersebut.”, adik-adiknya diberi tumpukan buku-buku sehingga pemikirannya bebas seperti Kartini, selain itu mereka juga diajarkan untuk tidak terlalu kaku mengikuti sopan santun tradisi jawa jika tidak ada yang melihat. Hal ini membuat mereka bertiga semakin erat hubungannya.

Walaupun sedang tidak diperbolehkan kemana-mana, Kartini dengan berani keluar dari kamarnya untuk bertemu tamu belanda. Ia yang sejak 10 tahun sudah bisa menulis artikel yang bagus menarik perhatian para belanda dan ia diundang ke salah satu rumah bangsawan wanita belanda. Mau tidak mau sang ayah melihat potensi anaknya ini melonggarkan pingitan mereka bertiga. Mereka diperbolehkan berkunjung ke rumah wanita belanda tersebut, disana mereka memperlihatkan karya seni ukiran mereka dan membuat wanita belanda itu terpukau. Selain itu karena sang wanita belanda itu sudah sering menerbitkan artikelnya, Kartini dengan rasa keingintahuannya meminta bimbingannya karena ia juga ingin menjadi penulis hebat sepertinya. Ia bersama kedua saudarinya jadi sering berkunjung ke rumah wanita itu. Hal ini membuat kakak pertama mereka Raden Slamet cemas akan citra saudari mereka yang belum menikah tapi sering sekali keluar. Saat perjalanan memakai kereta kuda dengan tujuan memberikan artikel untuk diterbitkan sekaligus buah tangan berupa makanan, ketiga saudari itu diberhentikan oleh kakak mereka Slamet. Artikel yang ingin disampaikan juga jadi tak tersampaikan karena dibuang kakaknya, hanya makanannya saja yang dapat tersampaikan. Namun ketiga saudari tersebut dengan cerdik menaruh pesan bahwa mereka dikurung oleh kakak laki-laki mereka lewat makanan tersebut.

Hal ini membuat wanita belanda itu memutar otak dan menjamukan suatu pesta pertemuan bupati dengan pihak belanda, hal ini tidak bisa dihentikan oleh Raden Slamet. Akhirnya Kartini bisa dengan bebas membicarakan artikel yang ia buat selain itu ukiran wayang itu menarik perhatian para belanda. Ia diminta untuk membuat sketsa ukiran itu menjadi ukiran kayu untuk ratu belanda saat itu. Ia dipuja-puja dengan kecerdasan yang ia miliki. Hal ini membuat mereka bertiga tidak mau menikah karena merasa mampu dengan kemampuan sendiri.

Berjalannya waktu salah satu adiknya Rukminah dipinang menjadi istri kedua, ia menangis memimta ampun ayahnya untuk membatalkan perjodohan ini tapi apa daya ayahnya karena ia sudah berjanji, ia sebagai bangsawan harus bisa menepati janji. Hal ini membuat Kartini dan Rukmini sedih, kecewa tidak sudi melihat saudari mereka dimadu. Rukmini sampai bersumpah ia tidak akan menikah. Kartini dengan hati yang berduka mencari tahu warga-warga disekitarnya dan ternyata banyak sekali wanita yang dibawah umur sudah menikah. Peremuan yang sangat muda sudah memiliki cucu, hal ini sudah dianggap lumrah. Imencurahkan isi hatinya kepada sahabat pena yang ia miliki di Belanda. “Tolong bawa aku ke negerimu” ucap kartini berulang-ulang kali karena ia tidak mau berakhir dijodohkan secara paksa dengan seseorang yang bukan pilihannya. Sahabat penanya itu menjawab surat-surat Kartini dan memberi upaya berusaha beasiswa ke Belanda. Kartini memohon izin kepada ayahnya untuk belajar ke negri Belanda, dengan berat hati ia memperbolehkannya. Namu proposal yang kartini buat belum disetujui oleh pihak belanda. Saat sambil menunggu ia mendapatkan lamaran dari Bupati Rembang untuk menjadikan Kartini Istri ketiganya.

Hal ini membuat kartini mendapatkan tekanan yang berat dari keluarganya ia harus menjawab lamaran itu dengan waktu yang singkat, ia tidak sudi dimadu, ia tidak ingin hidupnya hanya melayani lelaki, ia ingin bebas belajar di negeri Belanda. Namun hal ini cap egois oleh keluarganya karena proposal yang ia kirim belum disetujui dan bisa saja ia melewatkan kesempatan menikahkan seseorang yang bergelar bupati. Dengan waktu yang terus berjalan Kartini goyah akan proposalnya diterima atau tidak. Jadi ia menyetujui ia dijodohkan demi menghormati ayahnya yang sudah sakit-sakitan dengan berbagai syarat. Pertama, ia tak ingin melakukan prosesi adat pernikahan dengan berjalan jongkok, berlutut dan mencium kaki suami. Hal ini adalah bentuk keputusannya yang menginginkan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Kedua, ia tidak mau memenuhi sopan santun yang rumit, ia ingin diperlakukan seperti orang biasa saja. Ketiga, ia ingin tetap diperbolehkan mengejar cita-cita memajukan para perempuan Hindia Belanda. Ia ingin dibuatkan sekolah khusus perempuan dan meminta untuk mengajar sebagai guru di Rembang. Yang terakhir, ia ingin ibu kandungnya diperlakukan sama seperti ibu tirinya, tinggal dirumah utama dan dipanggil ibu bukan yu. Hal ini ditolak oleh ibu tirinya, namu datanglah Sulastri dengan berduka mencurahkan hatinya bahwa seharusnya ibunya setuju saja dengan permintaan Kartini. Sulastri dimadu oleh suaminya hatinya tidak tahan akan hal tersebut. Ibunya dengan hati yang iba menyetujui Kartini.Setelah 3 hari pernikahan itu, ternyata proposalnya telah disetujui namun beasiswa ini diberikan ke orang lain.

R.A Kartini merupakan pahlawan favorit saya ia merupakan wanita yang menginspirasi, perjuangannya dalam mempertahankan kesetaraan antara wanita dengan pria. Ia membuat rakyat Indonesia tidak dipandang dari gender maupun gelarnya, siapapun bisa menimba ilmu. Ia juga peduli dan berbakti kepada keluarganya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *