Onions Have Layers; I Have Layers

Haloo, P-assengers! Kalian pasti pernah kan denger quote terkenal dari film Shrek: “Layers. Onions have layers. Ogres have layers…” Nah, jadi dalam artikel kali ini, aku mau membuka lapisan dari ‘onionku’ dan mencoba menjawab pertanyaan, siapakah diriku? Kenalan dulu ya P-assengers! Nama aku Ajeng Nasywa P. born and raised di Jakarta.

Kalau ada orang yang ngga kenal denganku ditanyakan opini mereka dariku, banyak yang secara stereotypical mengategorikanku sebagai seorang ‘nerd’ karena kacamata besar dan seragamku yang sepertinya selalu kebesaran. Namun, if they took the time to get to know me, pasti jawaban mereka akan jauh berbeda. Menurut teman-teman terdekatku, aku adalah seseorang yang dapat paham pelajaran dengan baik, tapi giliran masalah hidup… I am clueless. Tapi menurutku, aku hanya seorang nenek tua dengan lelucon dan tubuh anak 16. Namun, pemikiran bahwa aku diam-diam hanya seorang nenek harus disimpan buat aku dan P-assengers aja ya. Selain itu, aku juga paling suka melontarkan jokes-jokes yang garing, tambah plus deh personality ku, hehe.

Tapi jujur aja, kalau ada orang bertanya ke aku apa yang ku pikirkan tentang diriku sendiri, aku tidak akan pernah tahu jawabannya dan akan selamanya kagum pada mereka yang dapat menjawab pertanyaan ini dengan mudah. Karena menuruku, aku ngga akan pernah 100 persen benar-benar tahu who I am karena aku akan terus berubah, berkembang, dan belajar. Setiap lapisan dalam ‘onionku’ ngga akan pernah meninggalkan sidik jari yang sama pada orang. Namun, pada malam-malam yang sunyi dan hari-hari sepi, aku sering merenungkan tentang aku siapa sih sebenarnya.

Aku ingin berpikir bahwa aku adalah wanita yang cantik, cerdas, dan percaya diri … yah, mungkin itu yang ingin P-assengers dengar dari aku. Tapi sejujurnya, aku adalah seorang wanita yang gampang merasa insecure, masih belajar tentang kepercayaan diri dan mencintai diriku apa adanya. Easier said than done, karena aku aja belum menguasai apa itu kekuatan dan kelemahanku.

Namun, seiring berjalannya waktu, aku terus belajar dari diriku sendiri dan kira-kira aku memiliki bayangan, walau masih kabur, tentang apa yang aku pikirkan tentang diriku sendiri.

Pertama, aku adalah seseorang yang suka belajar bahasa baru. Baik itu Bahasa Indonesia, Inggris, Prancis, ataupun Jerman. Ini sebagian besar terinspirasi oleh kakak aku yang saat ini kuliah di luar negeri. Aku pikir inilah yang memberikan kesan pada orang bahwa aku sifatnya rajin dan pekerja keras. Kedua, aku adalah seseorang yang terlalu peduli tentang segalanya. Kadang-kadang aku mendapatkan karma instan dalam bentuk paranoia gara-gara ini. Dan terakhir, aku adalah seseorang yang mengamati dengan diam-diam. Aku ngga mengambil tindakan segera dan ini sering menyebabkan orang berpikir bahwa aku orangnya ngga peduli, padahal pada kenyataannya, itu justru kebalikannya.

Kalau dibayangin, aku berpikir kesan pertama yang sempurna dari orang-orang ketika mereka melihat aku, seolah-olah mereka berjalan melewati gerbang karnaval yang telah mereka tunggu-tunggu sepanjang tahun. Ketika mereka tiba, lampu trotoar akan menyala dan bersinar, membuka jalan menuju loket. Semua orang akan mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya di karnaval ini.

Orang-orang akan dapat melihat bintang-bintang berkilau dengan lembut meskipun lampu karnaval yang terang dapat secara pelan-pelan menutupinya. Mereka akan dipenuhi dengan suat rasa heartwarming ketika mereka berkeliling, tetapi hati mereka juga akan damai saat melihat bintang-bintang di atas mereka. Dengan kata lain, aku ingin orang-orang menikmati kehadiran aku dan bahagia dengan company dariku. Pada saat yang sama, aku juga ingin mereka merasa damai mengetahui bahwa aku bisa tenang dan serius di lain waktu.

Mungkin ini keliatannya agak desperate untuk perhatian kalau dilihat dari pernyataan-pernyataan ini, tetapi sekali lagi, sebenernya ngga ada yang namanya kesan pertama yang sempurna. Dan P-assengers ngga dapat benar-benar mengenal seseorang tanpa melewati setidaknya stau lapisan dari diri mereka sendiri.

Jadi, mengesampingkan bagaimana aku ingin orang melihatku, cara bagaimana aku sebenarnya memandang diriku sendiri, jauh lebih sederhana dari yang terlihat. Ini seperti ketika P-assengers membuka suatu kotak music baru untuk pertama kalinya. Kalian ngga tahu lagu apa yang akan aku putar, atau ke arah mana balerina di dalam kotak music tersebut akan berputar. Aku akan perlu bantuan dari orang lain untuk memutarkan engselku sebelum aku dapat berputar secara mandiri. Sesekali aku akan berhenti, dan musik akan secara perlahan redup. Aku akan perlu bantuan dari orang lain untuk bisa berfungsi kembali.

Dengan kata lain, aku ngga mengatakan kalau aku ngga mandiri. Ini hanya cara aku untuk mengatakan bahwa, ngga peduli seberapa independen kita semua, pada akhir hari, kita ngga perlu takut untuk meminta bantuan orang lain. Karena terkadang itu yang kita butuhkan untuk berfungsi kembali dengan benar.

Jadi, balik lagi ke topik tentang pendapat aku tentang diriku dan pertanyaan who am I … aku mau bilang kalau aku lebih baik dari apa yang ku pikirkan tentang diriku sendiri. Karena memang, kita adalah hakim terkejam bagi diri kita sendiri. Aku mau mengakui terlebih dahulu kalau aku memiliki kekurangan dan kekuatan ku sendiri, tapi itulah yang membuat aku berbeda dari orang lain. Aku ngga akan pernah berusaha menyembunyikan kekurangan ku, dan itulah sebabnya, aku ngga akan menghindar bila aku membutuhkan bantuan. Karena my own flaws, akan selalu menjadi kekurangan kecuali aku belajar dari kesalahan itu, dan menjadi versi yang lebih baik dari diriku yang sekarang, dan melepaskan lapisan tua dari ‘onionku’

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *